Seperti janji saya kemarin dalam pertemuan kali ini
Maspary masih melanjutkan artikel dari Bpk Panut Djojosumarto yang
bertema insektisida dan akarisida yang berasal dari alam, kali ini yang
akan
Kerajaan Tani postingkan adalah tentang Insektisida Mikrobiologi.
Ternyata
potensi pengembangan insektisida mikrobiologi masih sangat terbuka dan
kenyataan dilapangan belum banyak dimanfaatkan oleh petani Indonesia.
Marilah kita pelajari bersama tentang Insektisida dan akarisida yang
berasal dari alam untuk mengurangi ketergantungan kita pada pestisida
kimia. Marilah kita manfaatkan keanekaragaman hayati disekitar kita
untuk mengefisienkan biaya produksi usaha tani kita.
Bagi
rekan-rekan Kerajaan Tani yang belum sempat membaca artikel dari
Panut Djojosumarto sebelumnya yang berjudul Insektisida dan Akarisida
Alami I silahkan baca dulu
Klik disini.
Insektisida Mikrobiologi
Mikroorganisme
berasosiasi dengan serangga dengan berbagai macam cara, mulai dari
asosiasi mutualistik (simbiose) sampai yang bersifat parasitik.
Mikroorganisme parasit ini dapat menyebabkan penyakit bagi serangga, dan
dikenal sebagai patogen serangga (entomopatogen). Telah diketahui bahwa
ada sekitar 1500 spesies mikroba menyebabkan penyakit pada antropoda,
termasuk serangga.
Berbagai patogen
serangga yang telah dimanfaatkan sebagai insektisida mikrobiologi
ditampilkan di bawah ini. Banyak diantaranya telah diproduksi secara
komersial.
-
Insektisida Dari Jamur
Beauveria spp.
Hirsutela thompsonii (akarisida)
Lagenidium giganteum
Lecanicillium lecanii (dahulu Verticillium lecanii)
Metarhizium spp
Paecilomyces fumosoroseus (+ akarisida)
-
Insektisida Dari Bakteri Bacillus spp.
Paenobaccilus popilliae (dahulu Bacillus popilliae)
Serratia entomophila
-
Insektisida Dari Nematoda
Heterorhabditis spp.
Steinernematidae spp.
-
Insektisida Dari Protozoa: Microsporidium
Nosema locustae
Vairimorpha necatrix
-
Insektisida Dari Virus
Granulosis virus (GV)
Nucleopolyhedro virus (Nuclear Polyhedrosis Virus, NPV)
Insektisida Mikrobiologi: Jamur
Tidak
seperti patogen serangga lainnya ( misalnya bakteri dan virus) yang
umumnya harus di makan dan dicerna agar dapat menginfeksi inangnya,
jamur dapat menginfeksi inangnya (dalam hal ini serangga hama) dengan
cara penetrasi langsung. Apabila spora jamur menempel pada kulit
serangga, dan apabila kondisi mendukung, maka spora akan berkecambah,
menembus kutikula serangga dan masuk kedalam tubuh serangga. Dalam tubuh
serangga jamur akan berkembang membentuk hifa dan miselium hingga
memenuhi bagian dalam tubuh serangga, hingga serangga akhirnya mati.
Jamur kemudian hidup sebagai saprofit dan menyerap hara dari tubuh
serangga yang sudah mati. Tubuh buah jamur kemudian muncul dari bangkai
serangga inang, menghasilkan spora, dan siap disebarkan untuk
menginfeksi serangga lainnya.
Tanaka
dan Kaya (1993) telah mendata jamur penyebab penyakit serangga
(entomopatogen) yang terdapat dalam 8 kelas, 13 ordo dan 57 genus.
Banyak diantaranya yang bersifat sangat spesifik (hanya menginfeksi
serangga tertentu).
Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin
Digunakan
sebagai insektisida. Jamur ini dahulu dikenal dengan nama Botrytis
bassiana. Jamur entomopatogen (penyebab penyakit serangga) ini
menginvasi tubuh serangga sasaran. Spora (konidia) jamur akan menempel
pada kutikula serangga, dan saat berkecambah, benang jamur (hifa) akan
menembus kutikula dan berkembang didalam tubuh serangga. Untuk
perkecambahan diperlukan kelembapan tinggi serta air bebas. Infeksi bisa
memakan waktu 24 hingga 48 jam, tergantung pada temperatur. Serangga
sasaran masih hidup 3 hingga 5 hari sesudah infeksi, sebelum akhirnya
mati. Sesudah serangga sasaran mati, spora jamur akan terus diproduksi
diluar tubuh serangga. Insektisida berbasis B. bassiana adalah racun
kontak dan bersifat sangat spesifik pada serangga sasaran.
Diaplikasikan
dengan disemprotkan pada kanopi tanaman. Dapat diaplikasikan bersama
insektisida lain, dengan tambahan ajuvant dan sebagainya. Jangan
digunakan bersama fungisida, dan tunggu hingga 48 jam sebelum
menggunakan fungisida. Tidak kompatibel dengan oksidator yang kuat,
asam, basa dan jangan dicampur dengan air yang mengandung klorin.
Tidak
menyebabkan infeksi pada tikus sesudah perlakuan 21 hari. Oral LD50
pada tikus >18 X 108 cfu/kg, dermal (tikus) >2000 mg/kg.
Menyebabkan iritasi pada mata, kulit dan sistim pernafasan.
Produk berbasis Beauveria bassiana yang telah diproduksi secara komersial terdiri atas isolat-isolat berikut:
-
Beauveria bassiana isolat BB 147
Isolat
ini digunakan untuk mengendalikan penggerek tongkol jagung (Ostrinia
nubilalis, european corn borer dan Ostrinia furnacalis, asian corn
borer), pada tanaman jagung.
padi.
Gambar 01:: Wereng coklat dan walangsangit terinfeksi jamur Beauveria bassania (dari Shepard, dkk; IRRI)
-
B. bassiana isolat stanes
Isolat
ini digunakan untuk mengendalikan penggerek buah kopi, lundi (uret),
penngerek buah kapas, ulat potong (cutworm), wereng batang coklat dan
ulat kubis, pada tanaman teh, kopi, kapas, tomat, okra, terung dan
-
B. bassiana isolat GHA
Isolat
GHA terutama efektif untuk mengendalikan kutu kebul (whitefly), thrips,
aphids, serta kutu dompolan, pada tanaman sayuran dan tanaman hias..
-
B. bassiana isolat ATCC 74040
B. bassiana isolat ATCC 74040 efektif untuk mengendalikan Coleoptera dan Hemiptera pada lapangan rumput dan tanaman hias.
Beauveria brongniartii (Saccardo) Petch
Jamur
yang dimanfaatkan sebagai insektisida ini pernah dikenal dengan nama
Beauveria tenella. Dewasa ini ada 3 isolat yang dikomersialkan, yakni
isolat Bb96 (isolat Swiss) dan IMBST 95.031 serta 95.041 (isolat
Austria). Seperti jamur entomopatogen lainnya, jamur ini juga menyerang
tubuh serangga sasaran. Spora (konidia) jamur akan menempel pada
kutikula serangga, dan saat berkecambah, benang jamur (hifa) akan
menembus kutikula dan berkembang didalam tubuh serangga. Untuk
perkecambahan diperlukan kelembapan tinggi serta air bebas. Infeksi bisa
memakan waktu 24 hingga 48 jam, tergantung pada temperatur. Serangga
sasaran masih hidup 3 hingga 5 hari sebelum akhirnya mati. Sesudah
serangga sasaran mati, spora jamur akan terus diproduksi diluar tubuh
serangga. Insektisida berbasis B. bassiana adalah racun kontak dan
bersifat sangat spesifik pada serangga sasaran.
Dapat diaplikasikan bersama pestisida kimia lainnya, kecuali fungisida.
Diklasifikasikan
sebagai non-toksik, dengan LD50 oral (tikus) >5000 mg/kg, dermal
(tikus) >2000 mg/kg, menimbulkan iritasi ringan pada kulit kelinci.
-
B. brongniartii isolat Bb96
Isolat
ini diisolasi dari semacam uret (lundi) Hoplochelus marginalis yang
terdapat di Madagaskar,oleh CIRAT/IRAT, Prancis. Prises untuk
formulasinya sekarang dimiliki oleh Natural Plant Protection (NPP).
Digunakan untuk mengendalikan uret Hoplochelus marginalis pada tanaman
tebu. Diaplikasikan di tanah saat tanam pada alur-alur tanaman, atau
pada pangkal ratun tebu.
-
B. brongniartii isolat IMBST 95.031 dan 95.041
Isolat
ini diisolati dari padang rumput yang diserang oleh larva Melolontha
melolontha oleh Istitut Mikrobiologi Universitas Leopold-Franzens di
Austria. Digunakan untuk mengendalikan larva Melolontha melolontha
diaplikasikan pada benih yang akan ditanam.
Hirsutella thompsonii Fisher
Akarisida
biologis komersial berisi jamur Hirsutella thompsonii isolat MF(Ag)S
(ITCC 4962; IMI 385470), digunakan untuk mengendalikan tungau dari
famili Eriophyidae, terutama tungau kelapa Aceria guerreronis. Pertama
kali diisolasi dari tungau Eriophyidae di Tamil Nadu, India.
Jamur
ini bekerja dengan mendegradasi kutikula tungau. Spora jamur yang
menempel pada kulit tungau, bila kondisi menunjang, akan berkecambah dan
germ tube dengan kekuatan fisik dan enzym akan memasuki kutikula tungau
dan selanjutnya hifa jamur berkembang dalam tubuh tungau, memproduksi
spora pada kutikula tungau baik yang masih hidup atau yang sudah mati,
dan melanjutkan siklus hidup selanjutnya.
Sediaan
komersial yang mengandung spora H. tompsonii diaplikasikan dengan cara
disemprotkan bila kondisi cuaca kering. Jangan dicampur dengan
fungisida, terutama ditiokarbamat. Tidak kompatibel dengan oksidator
yang kuta, asam, basa, dan jangan dicampur dengan ir yang mengandung
klorin.
Hirsutella thompsonii tidak
menyebabkan iritasi kulit dan mata, tidak ada bukti menyebabkan
keracunan akut maupun kronis. Tidak nampak adanya reaksi alergik atau
masalah kesehatan lainnya pada mereka yang terlibat dalam penelitian,
produksi serta pengguna H. thompsoni.
Lagenidium giganteum Couch
Lagenidium
giganteum digunakan untuk mengendalikan larva nyamuk, yang meluputi
genus-genus Aedes, Anopheles, Coquillettidea, Culex, dan sebagainya.
L. giganteum adalah parasit dari larva nyamuk. Zoospora jamur, bila
diaplikasikan dalam air, akan mencari larva nyamuk dan menempel pada
kutikula. Selanjutnya zoospora akan berkecambah dan menembus kutikula
larva, dan selanjutnya berkembang dalam tubuh jentik-jentik nyamuk dan
khirnya menyebabkan kematian.
Lecanicillium lecanii (Zimmerman) Gams & Zare
Dahulu
dikenal dengan nama lama Cephalosporium lecanii atau Verticillium
lecanii. Jamur L. lecanii adalah entomopatogen yang bertindak dengan
mendegradasi kutikula serangga sasaran. Spora yang menempel pada
kutikula serangga, saat berkecambah akan masuk kedalam tubuh serangga
dengan menembus kutikula, baik dengan kekuatan fisik maupun bantuan
enzym. Hifa jamur kemudian akan berkembang dalam tubuh serangga yang
menyebabkan serangga sakit dan akhirnya mati.
Diaplikasikan
pada kanopi daun dengan semprotan volume tinggi, sebagiknya saat
kelembapan tinggi. Jamur ini tidak menyebabkan keracunan pada tanaman
(non-fitotoksik) dan juga non-fotipatogenik (tidak menyebabkan penyakit
pada tanaman). Peka terhadap sejumlah fungisida, terutama ditiokarbamat.
Tidak boleh dicampur dengan oksidator yang kuat, asam, basa dan air
yang mengandung klorin.
L. lecanii tidak
menyebabkan iritasi kulit dan mata. Tidak ada bukti bahwa L. lecanii
menyebabkan keracunan akut atau kronis, dan tidak menyebabkan infeksi
pada mamalia. Tidak nampak adanya reaksi alergik atau masalah kesehatan
lainnya pada mereka yang terlibat dalam penelitian, produksi serta
pengguna H. thompsoni.
-
L. lecanii isolat aphids
Isolat
aphids (aphids isolate) ditemukan oleh R.A. Hall, dan diisolasi dari
semacam aphids, Macrosiphoniella sanborni, digunakan untuk mengendalikan
aphids, kutu kebul (whitefly), thrips dan kutu sisik pada sayuran,
tanaman hias dan tanaman lainnya.
-
L. lecanii isolat kutu kebul (whitefly)
L.
lecanii Isolat kutu kebul (whitefly isolate) juga ditemukan oleh R.A.
Hall, dan diisolasi dari kutu kebul rumah kaca, Trialeurodes
vaporariorum. L. Lecanii whitefly isolate dimanfaatkan untuk
mengendalikan terutama kutu kebul, dengan efek samping pada thrips.
Metarhizium anisopliae Sorok
Insektisida
biologi Metarhizium anisopliae dahulu dikenal dengan nama Penicillium
anisopliae dan Entomophthora anisopliae. Jamur yang umum terdapat pada
serangga yang mati, dan produk komersial diisolasi dai wereng batang
padi (Nilaparvata lugens). Ada produk yang khusus untuk mengendalikan
rayap, ada pula yang diregistrasi untuk wereng padi (Nilaparvata lugens)
dan hama lain dari ordo Coleoptera dan Lepidoptera, ada pula yang
khusus untuk mengendalikan kecoa.
M.
anisopliae merupakan entomopatogen yang efektif, menyerang serangga
sasaran dengan cara menembus kutikula serangga, dan hifa jamur kemudian
berkembang dalam tubuh serangga, yang menyebabkan sakit dan kematian.
Setelah diaplikasikan, jamur akan menginvasi serangga sasaran dalam 2
hari, dan akan mati dalam 7 – 10 hari. Serangga yang mati akan tetap
melekat pada tanaman, dan spora yang diproduksi oleh jamur akan menambah
dan mempertahankan adanya inokulan yang cukup bagi serangga hama yang
datang kemudian.
Produk untuk bidang
pertanian diaplikasikan dengan cara disemprotkan. Sedangkan untuk
mengendalikan rayap diaplikasikan pada lubang-lubang rayap atau jalur
yang dilalui rayap. Gunakan produk berbasis M. anisopliae secara single,
tidak kompatibel dengan fungisida, oksidator yang kuat, asam, basa dan
air yang mengandung klorin.Tidak nampak adanya reaksi alergik atau
masalah kesehatan lainnya pada mereka yang terlibat dalam penelitian,
produksi serta pengguna H. thompsoni.
Beberapa
varitas dan isolat M. anisopliae juga telah diisolasi dan dikembangkan,
serta diguanakan untuk mengendalikan hama yang berbeda, seperti dibawah
ini.
-
M. anisopliae var. acridium
Jamur ini khusus digunakan untuk mengendalikan belalang. Produk komersial terdiri atas isolat IMI 330189 dan FI-985.
-
M. anisopliae var. anisopliae
Varitas khusus untuk mengendalikan larva kumbang (uret, lundi) Dermolepida albohirtum pada perkebunan tebu.
16
-
M. anisopliae isolat ICIPE 30
Isolat
jamur M. anisopliae khusus untuk mengendalikan rayap dari genus
Macrotermes, Microtermes dan Odontotermes, pada pertanaman jagung, ubi
kayu, jeruk, kopi, agroforestry, dan sayuran yang diserang rayap. Juga
digunakan untuk melindungi bangunan, dsb. dari serangan rayap.
-
M. anisopliae isolat ICIPE 69
Produk
ini khusus untuk mengenalikan hama thrips (Megalurothrips sjostedti,
Thrips tabaci dan Frankliniella occidentalis), pada tanaman sayuran dan
tanaman hias.
Gambar 02: Hama dari Ordo Coleoptera terinfeksi jamur Metarhizium anisopliae (dari Shepard, dkk. IRRI)
Metarhizium flavoviridae var. flavoviridae Gams & Rozsypal
Metarhizium
flavoviridae var. flavoviridae isolat F001, digunakan untuk
mengendalikan Adoryphorus coulani pada lapangan rumput (turf).
Paecilomyces fumosoroseus (Wiize) AHS Brown & G. Smith
Paecilomyces
furosomoseus merupakan insektisida dan akarisida berbasis jamur yang
dimanfaatkan untuk emngendalikan berbagai jenis serangga, seprti kutu
kebul (Trialeuroes vapororiorum dan Bemisia tabaci). Juga memiliki
efikasi terhadap aphids, thrips dan tungau (spider mites). Isolat Apopka
97 (PFR 97) dari jamur ini telah diproduksi secara komersial, dan
direkomendasikan untuk digunakan pada tanaman hias serta tanaman pangan,
baik di dalam rumah kaca atau di lapangan.
Gambar 03: Wereng coklat terinfeksi jamur Metarhizium flavoviridae (dari Shepard, dkk; IRRI)
Insektisida Mikrobiologi: Bakteri
Bakteri
penyebab penyakit serangga umumnya dibagi ke dalam kelompok besar,
yakni bakteri yang tidak membentuk spora dn bakteri yang membentuk
spora. Kebanyakan spesies bakteri entomopatogen yang diisolasi dari
serangga yang sakit adalah bakteri yang tidak membentuk spora. Akan
tetapi untuk produksi komersial, bakteri yang membentuk spora lebih
mudah (relatif) diformulasi, karena dalam bentuk spora bakteri tidak
membutuhkan makanan dan dapat disimpan lebih lama.
Agar
efektif untuk mengendalikan serangga, bakteri umumnya harus dimakan dan
masuk ke dalam saluran cerna serangga terleih dahulu.
Bacillus sphaericus Neide
Bakteri
ini terutama digunakan sebagai insektisida biologi di bidang kesehatan
masyarakat untuk mengendalikan nyamuk, terutama efektif untuk Culex spp.
Bacillus sphaericus isolat 2362 dipilih untuk dikomersialkan karena
isolat ini efektif untuk mengendalikan larva Culex spp. B. sphaericus
bertindak sebagai racun perut, dan saat sporulasi bakteri menghasilkan
kristal protein. Setelah termakan, dalam usus serangga kristal protein
yang merupakan pro-toksin ini akan dirubah menjadi racun (toksin) oleh
enzym protease. Toksin ini selanjutnya akan terikat pada sel-sel usus
tengah (midgut) pada lokasi spesifik dimana mereka aktif sebagai racun,
dan akhirnya mematikan serangga dengan menghancurkan selaput usus.
Diaplikasikan
ke dalam air dimana larva nyamuk hidup. Kompatibel dengan insektisida
lain, jangan diaplikasikan bersama fungisida berbasis tempaga atau
algisida. Tidak kompatibel dengan oksidator yang kuat, asam, basa, dan
jangan dicampur dengan air yang mengandung klorin.
Tidak
nampak adanya reaksi alergik atau masalah kesehatan lainnya pada mereka
yang terlibat dalam penelitian, produksi serta pengguna B. sphaericus.
Oral LD50 akut (tikus) >5000 mg/kg, dermal (kelinci) >2000 mg/kg,
menyebabkan iritasi mata dan iritasi kulit ringan pada kelinci.
Bacillus thuringiensis Berliner
B.
thuringiensis (Bt) mungkin merupakan insektisida mikrobiologi yang
paling luas dikenal. Bakteri gram positif ini dideteksi pertama kali
pada tahun 1902 pada larva ulat sutera (Bombyx mori) yang mati. Di
Eropa, Bt diketemukan juga diketemukan sebagai penyakit pada bubuk
tepung di Thuringen (Jerman). Sejak diketemukannya, memakan waktu 50
tahun sebelum akhirnya diketahui bahwa semacam protein yang dihasilkan
ketika bakteri ini mencapai fase sporulasi, bertanggungjawab atas efek
insektisidanya.
Bacillus thuringiensis
(Bt) merupakan patogen (penyebab penyakit) bagi berbagai jenis serangga
yang sangat spesifik. Bt merupakan insektisida racun perut. Saat
sporulasi, bakteri menghasilkan kristal protein yang mengandung beberapa
senyawa insektisida yang bekerja merusak sistem percernaan serangga.
Setelah termakan kristal protein ini akan dilarutkan oleh enzym
protease, kemudian toksin yang dihasilkan akan terikat pada sel usus
tengah (midgut) serangga pada reseptor sipesifik. Racun ini
menghancurkan selaput usus serangga, serangga akan berhenti makan dan
mati dalam 2 – 3 hari (sumber lain 1 – 4 hari).
Dari
B. thuringiensis didapat 4 agen toksik, yakni alpha-eksotoksin (enzym
fosfolipsa), beta-eksotoksin (suatu nukleotida), gamma-eksotoksin
(fosfolipasa) dan delta-endotoksin (parasporal inclusion protein).
Setiap toksin terikat pada reseptor spesifik yang berbeda, dan ini
menjelaskan adanya selektivitas yang berbeda dari beberapa isolat atau
subspesies Bt.
Studi yang dilakukan
secara luas pada pestisida berbasis Bacillus thuringiensis menunjukkan
bahwa B. thuringiensis dan isolat-isolatnya diklasifikasikan sebagai
non-toksik. LD50 oral tidak ada infeksi atau keracunan yang diamati pada
tikus yang diperlakukan dengan 4.7 X 1011 spora per kg produk. Dermal
LD50 (tikus) >5000 mg.kg bb. Beberapa produk dapat mengakibatkan
iritasi mata sementara (mungkin karena bahan pembawanya). Klasifikasi
EPA (formulasi) kelas III. Tidak nampak adanya reaksi alergik atau
masalah kesehatan lainnya pada mereka yang terlibat dalam penelitian,
produksi serta pengguna B. thuringiensis.
Dikenal
adanya beberapa varitas atau subspecies Bt, masing-masing dengan
berbagai strain, isolat dan sebagainya. Beberapa diantaranya yang telah
diproduksi secara komersial adalah sebagai berikut.
Gambar 04: Kristal protein Bacillus thuringiensis morrisoni strain T08025 (dari Wilkipedia)
-
B. thuringensis subsp. kurstaki
Digunakan
untuk mengendalikan berbagai larva Lepidoptera, terutama ulat daun
kubis (diamond-back moth: Plutella xylostella) pada kubis, dan
lepidoptera lainnya pada sayuran dan kehutanan.
-
B. thuringiensis subsp. morrisoni isolat Sa-10 dan NovoBtt
Dahulu
dikenal sebagai Bacillus thuringiensis subsp. tenebrionis atau Bacillus
thuringiensis subsp. san diego. Subspesies ini efektif untuk
mengendalikan Coleoptera, baik larva maupun serangga dewasa, terutama
kumbang kolorado (Leptinotarsa decemlineata) pada tanaman kentang dan
Solanaceae lainnya.
-
B. thuringiensis subsp. aizawai
Beberapa
isolat dan konjugat Bacillus thuringiensis subsp. aizawai digunakan
untuk mengendalikan larva Lepidoptera, termasuk Spodoptera spp., juga
yang sudah resisten terhadap subsp. kurstaki.
-
B. thuringiensis subsp. japonensis
Bacillus thuringiensis subsp. japonensis efektif intuk mengendalikan kumbang tanah pada lapangan rumput dan tanaman hias.
-
B. thuringiensis subsp. israelensis
Bt.
subsp israelensis hanya efektif untuk mengendalikan Diptera, seperti
lalat dan nyamuk, di saerah perairan (saluran buangan, dsb.).
Paenibacillus popilliae Newman
Sebelumnya
dikenal dengan nama Bacillus popilliae diketemukan oleh pegawai Deptan
Amerika. Bakteri ini diisolasi dari Popillia japonica, dan digunakan
untuk mengendalikan kumbang ini.
Serratia entomophila Grimont
Bakteri
yang dimanfaatkan untuk mengendalikan semacam lundi (uret) dari kumbang
Costelytra zealandica) pada padang rumput (turf) di New Zealand.
Insektisida Mikrobiologi: Virus
Berbagai
virus secara alami diketahui merupakan patogen (penyebab penyakit) yang
dapat menyebabkan kematian serangga. Virus patogen ini umumnya bersifat
sangat spesifik, hanya mengendalikan satu jenis serangga hama saja.
Tentu selalu ada kekecualian, misalnya Anagrapha falfifera
nucleopolyhedrovirus (AfNPV) mampu mengendalikan lebih dari 30 spesies
larva Lepidoptera yang berbeda.
Insektisida
berbasis virus umumnya merupakan larvisida (hanya membunuh larva
serangga) racun lambung. Virus harus dimakan terlebih dahulu oleh
serangga hama, dan didalam sistim pencernaan serangga virus mulai
berkembang dan menyebabkan penyakit serta membunuh serangga hama.
Kematian karena virus patogen ini umumnya cukup lama, antara beberapa
hari hingga dua minggu sesudah aplikasi. Efikasi insektisida virus juga
dipengaruhi oleh kondisi alam, seperti suhu udara dan perkembangan larva
serangga.
Insektisida berbasis virus
diberi nama menurut serangga hama yang diserangnya. Misalnya, Spodoptera
exigua nocleopolyhedrovirus (SeNPV) adalah virus yang menyerang, dan
karenanya hanya digunakan untuk mengendalikan Spodoptera exigua.
Adoxophyes orana granulosis virus (AoGV) adalah virus yang merupakan
penyakit pada, dan karenanya hanya digunakan untuk mengendalikan
Adoxophyes orana.
Sejumlah virus yang
merupakan penyakit bagi serangga hama telah berhasil diisolasi,
dikembangkan, dan diproduksi secara komersial, terutama dari kelompok
nucleopolyhedrovirus dan granulosis virus (keduanya adalah Baculovirus).
Beberapa diantaranya dicantumkan berikut ini.
Granulosis Virus
Insektisida
berbahan aktif granulosis virus bersifat sebagai racun lambung.
Serangga harus memakan virus agar virus efektif membunuhnya. Sesudah
termakan, dinding pembungkus protein virus akan terlarutkan dalam usus
serangga yang bersifat alkalis, dan partikel virus akan dilepaskan
kedalam usus serangga. Virus kemudian akan menginvasi inti sel (nukleus)
dan berkembang biak di dalamnya, menyebabkan serangga yang terpapar
sakit, dan berakhir dengan kematian. Efek virus terhadap serangga hama
amat lambat jika dibandingkan dengan kebanyakan insektisida kimiawi.
Serangga hama akan mati 6 hingga 12 hari sesudah terpapar (makan) virus,
pada kondisi normal. Granulosis virus lebih efektif mengendalikan larva
yang masih kecil daripada larva dari stadia lanjutn. Virus yang
dilepaskan dari tubuh serangga yang mati masih tetap mampu mengeinfeksi
serangga hama.
Adoxophyes orana granulosis virus (AoGV)
Adoxophyaes
orana granulosis virus (AoGV) adalah virus yang terdapat luas secara
alami sebagai penyakit (patogen) pada fruit tortrix moth (Adoxophyes
orana). Produk insektisida biologi komersial diisolasi dari A. orana
yang terinfeksi. AoGV digunakan hanya untuk mengendalikan fruit tortrix
moth (Adoxopyes orana) pada beberapa tanaman buah.
AoGV
diaplikasikan dengan cara disemprotkan. Karena virus ini sangat efektif
untuk mengendalikan larva instar pertama, maka pengamatan saat
penerbangan dan masa bertelurnya serangga sangat penting. Penyemprotan
sebaiknya dilakukan saat serangga meletakkan telurnya. Aplikasi
dilakukan secara merata pada permukaan daun, dan gunakan air yang pH-nya
antara 6-8. Jangan gunakan air yang mengandung klorin untuk
mencampurnya. Dapat digunakan bersama pestisida lain yang tidak
mengandung tembaga, serta tidak mempunyai efek repellent terhadap
Adoxophyes orana.
Tidak ada bukti bahwa
AoGv berpengaruh terhadap organisme lain, kecuali Adoxopyeas orana. AoGv
tidak stabil pada pH yang ekstrim dan terhadap cahaya ultra violet.
Tidak ada bukti bahwa virus ini
menyebabkan keracunan akut, iritasi mata maupun kulit. Tidak nampak
adanya reaksi alergik atau masalah kesehatan lainnya pada mereka yang
terlibat dalam penelitian, produksi serta pengguna AoGV.
Cydia pomonella granulosis virus (CpGV)
Virus
ini merupakan penyakit alami dari codling moth (Cydia pomonella),
semacam hama yang umum menyerang buah apel dan pir. Larva C. pomonella
yang diinfeksi oleh virus ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1964 di
Meksiko.
CpGV digunakan sebagai insektisida untuk mengendalikan
hama codling moth (Cydia pomonella) pada buah apel, pir dan walnut.
Diaplikasikan dengan cara disemprotkan. Pengamatan sangat diperlukan
agar CpGV dapat diaplikasikan pada saat yang tepat sehingga efektif.
Dapat
diaplikasikan dengan produk perlindungan tanaman lainnya yang bukan
repellent bagi C.pomonella. Gunakan air yang pH-nya antara 6 – 8, dan
jangan menggunakan air yang mengandung klorin untuk mencampurnya. Tidak
kompatibel dengan oksidator yang kuat, asam dan basa.
Tidak
ada bukti bahwa CpGV menyebabkan keracunan baik akut maupun kronis, dan
tidak pula menyebabkan iritasi mata pada mamalia. Tidak nampak adanya
reaksi alergik atau masalah kesehatan lainnya pada mereka yang terlibat
dalam penelitian, produksi serta pengguna CpGV.
Plodia interpunctella granulosis virus (IMMGV)
Virus
ini merupakan penyakit Plodia interpunctella (Indian Meal Moth,
karenanya disebut Indian Meal Moth Granulosis Virus, IMMGV), sejenis
hama gudang yang merusak buah-buahan kering dan kacang-kacangan. Virus
ini dibiakkan dan diproduksi secara komersial sebagai insektisida
biologi untuk mengendalikan hama ini.
Nucleopolyhedro Virus
Seperti
insektisida virus lainnya, nucleopolyhedrovirus adalah racun perut.
Setelah diaplikasikan dan termakan oleh larva serangga hama sasaran
pelindung matriks protein virus akan terlarutkan di dalam usus serangga,
dan partikel virus akan memasuki sistim sirkulasi serangga. Partikel
virus akan menyerang semua jenis sel dalam tubuh larva, berkembang biak
sehingga larva sakit dan akhirnya mati. Bila serangga inang mati, virus
akan tetap hidup 7 hingga 14 hari dipermukaan daun.
Anagrapha falcifera nicleopolyhedrovirus (AfNPV)
AfNPV
adalah virus yang terdapat secara alami, menyebabkan penyakit serta
kematian pada ulat alfalfa (Anagrapha falcifera). Tidak sebagaimana
insektisida virus lainnya yang umumnya sangat spesifik (hingga spesies),
AfNVP mampu menginfeksi lebih dari 30 spesies Lepidoptera, sehingga
dapat menutupi terlalu sempitnya spektrum pengendalian kebanyakan
insektisida virus pada situasi perlindungan tanaman umumnya. AfNVP
digunakan untuk mengendalikan berbagai larva Lepidoptera, terutama genus
Heliothis dan Helicoverta, seperti Helicoverpa zea dan Heliothis
virescens, pada tanaman-tanaman jagung, kapas, tomat dan sayuran
lainnya, tanaman buah dan tanaman hias.
Diaplikasikan
dengan cara disemprotkan dengan volume tinggi pada permukaan daun
hingga merata. Monitoring kapan serangga bertelur sangat penting, karena
AfNVP lebih efektif mengendalikan larva yang baru menetas dari pada
larva yang sudah lanjut. Dapat dicampur dengan insektisida lain yang
bukan repellent dari serangga sasaran. Jangan dicampur dengan oksidator
yang kuat, asam, basa atau air yang mengandung klorin.
Virus
ini spesifik menyerang invertebrata, tidak ada catatan bahwa virus ini
menginfeksi vertebrata. Virus tidak menginfeksi dan tidak berkembang
biak pada tubuh mamalia dan tidak aktif pada temperatur >32oC. Tidak
ada bukti bahwa virus ini menyebabkan keracunan akut, iritasi mata
maupun kulit. Tidak nampak adanya reaksi alergik atau masalah kesehatan
lainnya pada mereka yang terlibat dalam penelitian, produksi serta
pengguna AfNPV.
Anticarsia gemmatalis Nucleopolyhedro virus (AgNPV)
Virus
ini diisolasi dari ulat (Anticarsia gemmatalis) yang menyerang semacam
kacang (velvet bean) yang terdapat pada tanaman kedelai di Amerika.
Belakangan, isolat baru diisolasi dari ulat penggerek tebu Diatraea
saccharalis, yang lebih mudah dipelihara dibandingkan Anticarsia.
AgNVP
digunakan sebagai insektisida biologi untuk mengendalikan ulat
Anticarsia gemmatalis dan penggerek batang tebu (Diatraea saccharalis).
Autographa californica nucleopolyhedrovirus (AcNVP)
Virus
ini diisolasi dari Autographa californica yang terinfeksi. AcNVP
sebagai insektisida biologi memiliki spektrum pengendaliannya cukup luas
(lebih dari 30 spesies Lepidoptera) untuk mengendalikan larva
Lepidoptera, pada jagung, sayuran, tanaman buah-buahan, dan tanaman
hias.
Diaplikasikan dengan semprotan
volume tinggi hingga merata pada permukaan daun. Dapat dicampur dengan
insektisida lain yang bukan repellent dari serangga sasaran. Jangan
dicampur dengan oksidator yang kuat, asam, basa atau air yang mengandung
klorin.
Tidak nampak adanya reaksi
alergik atau masalah kesehatan lainnya pada mereka yang terlibat dalam
penelitian, produksi serta pengguna AcNVP.
Helicoverpa armigera nucleopolyhedrovirus (HaNPV)
Sering
disebut pula sebagai Heliothis armigera nucleopolyhedrovirus (HaNPV).
Virus ini terdapat luas di alam, merupakan penyakit alami bagi
Helicoverpa armigera. Digunakan sebagai insektisida terutama untuk
mengendalikan H. armigera, pada berbagai jenis tanaman seprti kapas,
sayuran (kubis, tomat, kapri) dan tanaman hias (mawar). HaNPV juga
mempunyai efek terhadap larva Lepidoptera dari famili Noctuidae lainnya.
Diaplikasikan dengan cara disemprotkan.
Dapat
digunakan bersama insektisida lainnya, yang tidak bersifat mengusir
(repellent) Helicoverpa. Jangan digunakan bersama senyawa yang bersifat
oksidator yang kuat, asam, basa dan jangan dicampur air yang mengandung
klorin.
Virus ini spesifik menyerang
invertebrata, tidak ada catatan bahwa virus ini menginfeksi vertebrata.
Virus tidak menginfeksi dan tidak berkembang biak pada tubuh mamalia dan
tidak aktif pada temperatur >32oC. Tidak ada bukti bahwa virus ini
menyebabkan keracunan akut, iritasi mata maupun kulit. Tidak nampak
adanya reaksi alergik atau masalah kesehatan lainnya pada mereka yang
terlibat dalam penelitian, produksi serta pengguna HaNPV.
Helicoverpa zea nucleopolyhedrovirus (HzNVP)
HzNVP
digunakan sebagai insektisida mikrobiologi untuk mengendalikan larva
serangga dari genus Helicoverpa dan Heliothis, seperti Helicoverpa zea
dan Heliothis virescens, pada sayuran, tanaman hias, tomat dan kapas.
Diaplikasikan dengan cara disemprotkan.
Virus
ini spesifik menyerang invertebrata, tidak ada catatan bahwa virus ini
menginfeksi vertebrata. Virus tidak menginfeksi dan tidak berkembang
biak pada tubuh mamalia dan tidak aktif pada temperatur >32oC. Tidak
ada bukti bahwa virus ini menyebabkan keracunan akut, iritasi mata
maupun kulit. Tidak nampak adanya reaksi alergik atau masalah kesehatan
lainnya pada mereka yang terlibat dalam penelitian, produksi serta
pengguna HzNPV (Copping, 2001).
Lymantria dispar nucleopolyhedrovirus (LdNPV)
Pertama
kali diisolasi dari larva gypsy moth (Limantria dispar) yang terinfeksi
oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), dan diregistrasi oleh
US-EPA (United States Environmental Protection Agency) tahun 1978.
Digunakan sebagai insektisida biologi terutama di bidang kehutanan dan
juga tanaman hias untuk mengendalikan larva gypsy moth (Limantria
dispar). Diaplikasikan dengan cara disemprotkan.
Jangan
dicampur dengan insektisida lain, juga jangan dicampur dengan oksidator
yang kuat, asam, basa dan air yang mengandung klorin. Tidak nampak
adanya reaksi alergik atau masalah kesehatan lainnya pada mereka yang
terlibat dalam penelitian, produksi serta pengguna LdNPV. Disimpulkan
sebagai non-toksik terhadap mamalia.
Mamestra brassicae nucleopolyhedrovirus (MbNPV)
Mamestra
brassicae nucleopolyhedrovirus (MbNPV) merupakan penyakit alami dari
ngengat kubis (Mamestra brassicae). Diiolasi pertama kali dari larva
yang terinfeksi di Prancis oleh peneliti dari INRA, dan dikembangkan
sebagai insektisida biologi oleh NPP (Natural Plant Protection). MbNPV
digunakan untuk mengendalikan Mamestra brassicae, Helicoverpa armigera,
Phthorimaea operculella dan Plutella xylostella pada tanaman sayuran,
kentang, Cruciferae dan tanaman hias. Diaplikasikan dengan cara
disemprotkan pada kanopi daun.
Kompatibel
dengan produk perlindungan tanaman lainnya, asalkan tidak bersifat
repellent bagi serangga sasaran. Jangan diaplikasikan bersama fungisida
berbasis tembaga, oksidator yang kuat, asam, basa dan air yang
mengandung klorin. Gunakan air yang pH-nya netral.
Tidak
nampak adanya reaksi alergik atau masalah kesehatan lainnya pada mereka
yang terlibat dalam penelitian, produksi serta pengguna MbNPV. Tidak
ada buksi virus ini menyebabkan keracunan akut maupun krinis, juga tidak
menyebabkan iritasi mata dan kulit pada mamalia (Copping, 2001).
Mamestra configurata nucleopolyhedrovirus (McNPV)
Insektisida mikrobiologi, digunakan untuk mengendalikan Mamestra configurata (berta armyworm)
Neodiprion sertifer nucleopolyhedrovirus (NsNPV)
Insektisida mikrobiologi, digunakan untuk mengendalikan Neodiprion spp. di bidang kehutanan.
Orgya pseudotsugata nucleopolyhedro virus (OpNV)
Insektisida biologi, digunakan untuk mengendalikan hama Orgya pseudotsugata.
Spodoptera exigua nucleopolyhedro virus (SeNPV)
Virus
ini merupakan penyakit bagi Spodoptera exigua yang luas terdapat di
alam (juga di Indonesia). Diproduksi dari larva Spodoptera exigua yang
terinfeksi virus pada kondisi yang terkendali. Virus kemudian dipisahkan
dari bangkai larva dengan cara sentrifugal. Sebagai insektisida
biologi, SeNPV khusus digunakan untuk mengendalikan latva Spodoptera
exigua (ulat bawang) pada berbagai tanaman, seperti sayuran, kapas,
tanaman hias, anggur dsb.
SeNPV
kompatibel dengan kebanyakan pestisida lainnya yang bukan repellent bagi
Spodoptera exigua. Jangan digunakan bersama fungisida berbasis tembaga,
oksidator yang kuat, asam, basa dan air yang mengandung klorin.
Tidak
ada kejadian bahwa SeNPV menyebabkan keracunan, infeksi atau iritasi
pada mamalia. Tidak ada respon alergi atau gangguan kesehatan lain yang
disebabkan oleh penggunaan SeNPV, baik pada petani, pekerja atau pekerja
pabrik.
Gambar 05: Gejala khas ulat (Spodoptera spp.) yang mati karena virus SeNPV (dari Shepard, dkk.; IRRI)
Spodoptera litura nucleopolyhedro virus (SlNPV)
Virus
ini merupakan penyakit bagi Spodoptera litura yang luas terdapat di
alam (juga di Indonesia). Diproduksi sebagai insektisida biologi dari
larva Spodoptera litura yang terinfeksi virus pada kondisi yang
terkendali. Virus kemudian dipisahkan dari bangkai larva dengan cara
sentrifugal. SlNPV khusus digunakan untuk mengendalikan latva Spodoptera
litura (ulat grayak) pada berbagai tanaman, seperti sayuran, kapas,
tanaman hias, anggur dsb.
SlNPV
kompatibel dengan kebanyakan pestisida lainnya yang bukan repellent bagi
Spodoptera litura. Jangan digunakan bersama fungisida berbasis tembaga,
oksidator yang kuat, asam, basa dan air yang mengandung klorin.
Tidak
ada kejadian bahwa SlNPV menyebabkan keracunan, infeksi atau iritasi
pada mamalia. Tidak ada respon alergi atau gangguan kesehatan lain yang
disebabkan oleh penggunaan SlNPV, baik pada petani, pekerja atau pekerja
pabrik.
Insektisida Mikrobiologi: Protozoa
Beberapa
spesies protozoa (dari kelompok Mikrosporidium) ternyata juga
menyebabkan penyakit pada serangga, yang bisa mengakibatkan kematian
serangga sasaran. Sejauh ini 2 spesies telah diproduksi secara komersial
Nosema locustae Canning
Nosema
locustae diproduksi sebagai insektisida biologi dari rearing in vivo
pada tubuh belalang, dan digunakan terutama untuk mengendalikan
belalang. Paling efektif untuk mengendalikan larva belalang instar 2 dan
3 yang belum bersayap.
Protozoa ini harus dimakan terlebih
dahulu supaya bekerja. Dalam usus belalang spora Nosema akan berkecambah
dan menginfeksi tubuh serangga sehingga menyebabkan kematin.
Respons
belalang terhadap infeksi Nosema bermacam-macam. Beberapa diantaranya
akan mati segera setelah infeksi, dan lainnya akan menjadi lemah dan
lunak (sluggish). Belalang yang lemah ini sering dimakan oleh kawannya
yang masih sehat (kanibalisme), sehingga belalang yang memakan tersebut
juga akan terinfeksi Nosema. Infeksi oleh Nosema dapat diturunkan ke
generasi belalang selanjunya lewat telur. Sekali mantap pada suatu
populasi belalang, Nosema biasanya dapat bertahan sepanjang tahun.
Nosema
merupakan penyakit Protozoa (Microsporidium) yang dapat menginfeksi
sekitar 60 spesies belalang yang berbeda. Nosema locustae dianggap
sebagai tidak beracun terhadap mamalia. Tidak menimbulkan iritasi, tidak
terakumulasi dan tidak berkembang biak pada kelinci. LD50 oral (tikus)
>5000 mg/kg. Toksisitas formulasi EPA kelas IV.
Vairimorpha necatrix (Kramer) Piley
Pertama
kali dilaporkan sebagai penyakit pada ulat Pseudaletia unipuncta
(semacam ulat grayak) di Hawaii. Insektisida biologi digunakan untuk
mengendalikan serangga hama dari ordo Lepidoptera, seperti Helicoverpa,
Ostrinia, Spodoptera dan Tricliplusia, pada berbagai tanaman, termasuk
jagung, kedelai, kapas, dan tanaman sayuran.
Insektisida Mikrobiologi: Nematoda
Beberapa
spesies nematoda, terutama dari Genus-genus Heterorhabditis
(Heterorhabditidae) dan Steinernema (Steinernematidae) diketahui
merupakan parasit bagi sejumlah serangga hama. Nematoda ini bersimbiose
dengan bakteri tertentu (Heterorhabditis dengan bakteri Photorhandus,
dan Steinernema dengan bakteri Xenorhabdus spp), yang tidak menyebabkan
kerugian apapun bagi nematoda, tetapi merupakan patogen (penyebab
penyakit) bagi serangga sasaran.
Apabila
nematoda memasuki tubuh serangga hama sasaran (melalui salah satu
lobang alami seperti mulut, anus, dsb. Atau lewat kulit), di dalam tubuh
serangga keluarlah bakteri yang berada dalam tubuh nematoda tersebut,
dan racun (toksin) yang dihasilkan oleh bakteri tersebut akan membunuh
serangga dalam beberapa jam (hingga 48 jam). Sediaan yang diproduksi
secara komersial hanya berisi larva nematoda stadia 3, karena hanya
larva stadia inilah yang dapat hidup di luar tubuh serangga, sebab
mereka tidak perlu makan. Nanti, sesudah serangga sasaran mati, bakteri
yang bersimbiose dengan nematoda akan menghancurkan bangkai serangga
menjadi materi yang dapat dimakan oleh larva stadia 4, yang akan
berkembang dalam sisa-sisa bangkai serangga. Larva stadia 4 ini akan
tumbuh menjadi nematoda hermafrodit yang dapat bertelur masing-masing
hingga 1500 butir. Telur ini akan menetas menjadi nematoda jantan dan
betina, yang selanjutnya akan berbiak secara seksual. Bila makanan
tersedia, sesudah kawin nematoda jantan mati, dan yang betina akan
bertelur dalam bangkai serangga. Tetapi bila makanan tidak tersedia,
larva stadia 1 dan 2 akan berkembang dalam bangkai serangga, dan ketika
mencapai stadia 3 mereka akan keluar dari bangkai serangga untuk mencari
inang (serangga) baru.
Nematoda
Heterorhabditis dan Steinernema merupakan parasit serangga yang sangat
agresif. Larva instar 3 dapat bergerak beberapa puluh cm untuk mencari
inang baru (Copping, 2001).
Telah
diketahui ada 10 spesies Steinernema dan 3 spesies Heterorhabditis dapat
dimanfaatkan sebagai insektisida. Kedua genus ini mempunyai beberapa
kelebihan sehingga banyak dikembangkan sebagai insektisida biologi,
yakni (Habazar & Yaherwandi, 2006).
-
Mempunyai kisaran inang yang cukup luas
-
Mampu membunuh inang dalam waktu 48 jam
-
Dapat dibiakkan dalam media buatan
-
Tidak ada inang yang resisten terhadap nematoda ini
-
Aman terhadap lingkungan.
Beberapa spesies nematoda yang telah diproduksi secara komersial adalah sebagai berikut:
Heterorhabditis bacteriophora Poinar
Insektisida
mikrobiologi ini dahulu diketahui sebagai Heterorhabditis heliothidis,
mula-mula diketemukan di Eropa dan Amerika Utara, tetapi sekarang
tersebar luas sebagai nematoda penghuni tanah. H. bacteriophora efektif
untuk mengendalikan berbagai serangga tanah seperti Popillia japonica,
Phyllopertha horticola, Hoplia philanthus, Otiorhynchus sulcatus, pada
berbagai tanaman pertanian, tanaman hias dan lapangan rumput.
Heterorhabditis bacteriophora bersimbiose dengan bakteri Photorhabdus
luminescens.
Diaplikasikan sebagai kocoran
(drenching) pada tanah dimana serangga sasaran berada. Diperlukan suhu
tanah tidak kurang dari 12oC dan suhu udara antara 12 – 30oC hingga 2
minggu sesudah aplikasi. Dapat juga disemprotkan pada kanopi daun dengan
volume tinggi, tetapi jangan sampai run-off.
Dapat
dicampur dengan insektisida, tetapi jangan dicampur dengan fungisida
benzimidazole, oksidator yang kuat, asam dan basa. Tidak ada laporan
mengenai reaksi alergi atau reaksi negatif lainnya pada orang-orang yang
terlibat dalam riset, produksi dan penggunaan H. bacteriophora. LD50
dermal (tikus) >2000 mg/kg bb.
Heterorhabditis megidis Poinar, Jackson & Kein
Insektisida
biologi ini juga terdapat luas sebagai nematoda tanah. Isolat-isolat UK
211 dan HW79 telah diproduksi secara komersial untuk mengendalikan
serangga tanah seperti Otiohrynchus sulcatus (vine weevil) pada sayuran
dan tanaman hias. Nematoda ini bersimbiose dengan bakteri Photorhabdus
temperata.
Diaplikasikan sebagai
kocoran pada tanah. Lahan yang dikocor harus lembab pada saat
pengocoran, namun harus dapat dikeringkan sesudah pengocoran. Suhu tanah
antara 12 – 30oC pada saat, dan 2 minggu sesudah, aplikasi.
Tidak kompatibel dengan insektisida tanah, oksidator yang kuat, asam dan basa.
Tidak
ada laporan mengenai reaksi alergi atau reaksi negatif lainnya pada
orang-orang yang terlibat dalam riset, produksi dan penggunaan H.
megidis.
Steinernema carpocapsae Weiser
Nematoda
yang bersimbiose dengan bakteri Xenorhabdus nematophilus ini dahulu
dikenal denagn nama Neoaplectana carpocapsae. Mula-mula dijumpai di
Eropa, tetapi sekarang tersebar di seluruh dunia. Digunakan sebagai
insektisida mikrobiologi untuk mengendalikan vine weevil (Otiorhynchus
sulcatus), dan serangga tanah lainnya seperti Agrotis spp, anjing tanah
(orong-orong, Gryllotalpa spp.), Tipula spp., ulat grayak (Spodoptera
spp.), penggerek batang, dan sebagainya; pada tanaman sayuran dan
tanaman hias.
Diaplikasikan sebagai
drenching secara merata pada tanah yang diperlakukan. Tidak dapat hidup
pada pupuk kandang. Perlu kelembapan tinggi dan temperatur diatas 15oC
agar efektif. Tidak kompatibel dengan oksidator yang kuat, asam dan
basa.
Tidak ada laporan mengenai reaksi
alergi atau reaksi negatif lainnya pada orang-orang yang terlibat dalam
riset, produksi dan penggunaan S. carpocapsae.
Steinernema feltiae Filipjev
Dahulu
dikenal sebagai Neoaplectana bibionis, N. Feltiae, N. Leucaniae,
Steinernema bibionis. Nematoda ini bersimbiose dengan bakteri
Xenorhabdus bovienii. Isolat UK 76 digunakan sebagai insektisida
mikrobiologi untuk mengendalikan beberapa spesies lalat (Bradysia spp.,
Lycoriella spp., Sciara spp.) dan beberapa serangga tanah lainnya pada
sayuran dan tanaman hias, strawberry, serta budidaya jamur.
Diaplikasikan
sebagai drenching secara merata pada tanah yang diperlakukan. Tidak
dapat hidup pada pupuk kandang. Perlu kelembapan tinggi dan temperatur
antara 10-30oC agar efektif. Tidak kompatibel dengan oksidator yang
kuat, asam dan basa.
Tidak ada laporan
mengenai reaksi alergi atau reaksi negatif lainnya pada orang-orang yang
terlibat dalam riset, produksi dan penggunaan S. feltiae.
Steinernema glaseri (Steiner)
Produk
komersial mengandung S. glaseri isolat B-326 yang diisolasi dari tanah
di New Jersey, Amerika Serikat, digunakan sebagai insektisida
mikrobiologi untuk mengendalikan lundi (uret) dari kumbang Scarabaeidae
pada lapangan rumput (turf). Nematoda ini bersimbiose dengan bakteri
Xenorhabdus poinarii.
Diaplikasikan
dengan cara kocoran di tanah. Tanah harus lembab dan suhu antara 15 –
35oC (terbaik antara 25 – 35oC). Kompatibel dengan pestisida biologi dan
pestisida kimia pada umumnya, tetapi tidak kompatibel dengan oksidator
yang kuat, asam dan basa.
Steinernema kraussei (Steiner) Travassos
Produk
insektisida mikrobiologi komersial mengandung S. kraussei isolat L-137,
digunakan untuk mengendalikan larva (uret) dari vine weevil
(Otiorinchus sulcatus), dan serangga tanah lainnya pada sayuran, tanaman
hias dan strawberry. Nematoda ini bersimbiose dengan bakteri
Xenorhabdus spp.
Diaplikasikan dengan
cara kocoran di tanah. Kompatibel dengan pestisida biologi dan pestisida
kimia pada umumnya, tetapi tidak kompatibel dengan oksidator yang kuat,
asam dan basa. Tidak ada laporan mengenai reaksi alergi atau reaksi
negatif lainnya pada orang-orang yang terlibat dalam riset, produksi dan
penggunaan S. kraussei serta bakteri yang hidup bersamanya.
Steinernema riobrave Cabanillas, Pionar & Raulston
Nematoda
ini hidup bersama bakteri Xenorhabdus spp., seagai insektisida biologi
digunakan untuk mengendalikan berbagai serangga tanah.
Steinernema scapterisci Nguyen & Smart
Nematoda ini bersimbiose dengan bakteri Xenorhabdus spp., digunakan untuk mengendalikan orong-orang (Gryllotalpa spp.)
Daftar Pustaka
-
Anonim (2006): Pestisida untuk Pertanian dan Kehutanan. Depatemen Pertanian Republik Indonesia.
-
Anonim: Bacillus thuringiensis. Wilkipedia,
http;//www.wilkimediafoundation. org/
-
Baehaki, Dr. Ir. SE (1993): Insektisida Pengendalian Hama Tanaman. Angkasa, Bandung.
-
Beattle,
GAC; O. Nicetic, AS. Kalianpur dan Z. Hossain (2004): Managing
Resistance with Horticultural Mineral Oils. Some Example from Different
Crop. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Management Resistensi
Pestisida dalam Penerapan Pengelolaan Hama Terpadu. UGM, Yogyakarta,
24-25 Februari 2004.
-
Copping, LG (editor, 2004): The Manual of Biocontrol Agents. BCPC
-
-
Fisher,
Hans-Peter, et al (1922): New Agrochemicals Based on Microbial
Metabolites: New Biopesticides. Proceeding of the ’92 Agricultural
Biotechnology Symposium on Biopesticides, Korea, September 1992
-
Flint,
Mary Louis dan Robert Bosch (1991): Pengendalian Hama Terpadu, Sebuah
Pengantar. Edisi terjemahan Indonesia, Kanisius, Yogyakarta.
-
Habazar,
Prof. Dr. Ir. Trimurti, dan Dr. Ir. Yaherwandi Msi (2006): Pengendalian
Hayati Hama dan Penyakit Tumbuhan. Andalas University Press, Padang.
-
Luthy, P (1993): Tailor-Made Insect Control with Bacillus thuringiensis. Insect Control No. 20, May 1993.
-
Novizan, Ir. (2002): Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan. AgroMedia Pustaka, Jakarta.
-
NPTN: Bacillus thuringiensis, General Fact Sheet. National Pesticide Telecommunications Network.
http://nptn.orst.edu/
-
-
Pitterna,
Thomas (1997): Macrolides as Pest Control Agents: Avermectin and
Milbemycins. Insecticide Newsletter No. 3, December 1997
40
-
Shepard,
B.M.; dkk (1987): Friends of Rice Farmer. Helpful Insects, Spiders, and
Pathogen. International Rice Research Institute. Los Banos, Laguna, the
Philippines.
-
Singleton, Paul; dan Diana Sainsbury (19981): Dictionary of Microbiology. John Wiley & Sons.
-
Tomlin, CDS (editor, 2001): The Pesticide Manual. BCPC
-
Semoga
artikel yang kami sampaikan tersebut bisa memberikan informasi yang
rekan-rekan butuhkan tentang insektisida mikrobiologi. Jangan lupa
cerita tentang insektisida dan akarisida alami dari Panut Djojosumarto
belum selesai kami postingkan, nantikan postingan terakhir dari
Kerajaan Tani tentang Insektisida dan Akarisida alami yang ke III.
Salam sukses buat petani Indonesia!!